A. PENGANTAR,
Arti Manajemen
1.Pengertian Manajemen.
Manajemen adalah Suatu Proses dalam
rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber
daya organisasi lainnya. Dan untuk mencapai tujuan di butuhkan kepemimpinan
seperti teori Contigency fiedler. Teori kontingensi menganggap bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk
melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task
situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya
dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain,
menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada
kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi
antara Pemimpin dan situasinya.
Model Contingency
dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model
ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional
system of the leader and the degree to which the leader has control and influence
in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).
Dengan perkataan
lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem
motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi
suatu situasi tertentu.
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus
mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential,
suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak
psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja
yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang
tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak
disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC
yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya
skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka
yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi
ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1. Pemimpin
dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk
berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun
yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
2. Pemimpin
dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung
untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan
keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan atas
dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b. Struktur tugas
(task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Hubungan
antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan
ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang
berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat
keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota
baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling
tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik,
struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
Selain
terdapat model kepemimpinan. Model kepemimpinan normatif menurut Vroom &
Yetton. Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan.
Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin
adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs
melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan
baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak
mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam
mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata
lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan?
Sebagaimana
telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat
meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan
produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari
Vroom and Yetton.
Vroom dan
Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama:
metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon
keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang
teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini
terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat
pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan
dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok;
lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan
saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi
kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh
kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap
terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan
metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang
harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus
digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih
rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi
dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan
mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat
diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya
saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini
terpilih?
Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode
kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu.
Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree)
yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang
Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom
& Yetton, 1973:
- Penerimaan Aturan: Jika
penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif,
menghilangkan gayaotokratis.
- Konflik Aturan: Jika penerimaan
oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka
memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai
beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
- Keadilan Aturan: Jika kualitas
keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang
paling partisipatif.
- Penerimaan Aturan Prioritas:
Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan
otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan
organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
Patch – goal teori dalam ke pemimpinan yaitu
Sekarang ini
salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah
suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating
structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Menurut
teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh
bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan
saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi
sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja
yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang
diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan
sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan.
Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam
pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam
House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang
menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan
akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke
kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan
ganjaran.
Model
kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan
dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena
pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan
kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena
memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada
tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan
bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai
hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan
antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari
hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan
produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang
mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga
mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu
bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan
bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
- Fungsi Pertama; adalah memberi
kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu
bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
- Fungsi Kedua; adalah
meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi
dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk
membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai
berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) Instrumental (directive): suatu
pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal
kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan
dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar
kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara
menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveMendukung: sebuah gaya terfokus
pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka.
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia
juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan
mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di
antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan
pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami
frustasi dan kekecewaan.
- ParticipativeàPartisipatif: suatu pola di
mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif
berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka
sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat
meningkatkan motivasi kerja bawahan
- Achievement-orientedàPrestasi berorientasi: suatu
pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari
perbaikan dalam kinerja. Gayakepemimpinan dimana pemimpin
menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk
berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan
prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua
faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal,
yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental
pressures and demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor
situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa
perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat
perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan
atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of
Control)
Hal ini
berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu
yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang
mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan
mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka
peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang
internal cenderung lebih menyukai gayakepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan
orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang
tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive,
sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah
cenderung memilih gayakepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan
dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih
berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang
telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi
yang tinggi, atau pemimpin yang supportiveyang lebih suka memberi
dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi
cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented,
sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor
situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku
pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan
kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam
pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan
komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan,
dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan
kerja.
Karakteristik
lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan
mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan
lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur
wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat
kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan
memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin
harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan
mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada
kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan
kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal
Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam
memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
B. PERENCANAAN, PENETAPAN MANAJEMEN
Perencanaan,
Penetapan Manajemen
1. Definisi
dari perencanaan manajemen
Adalah
proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan
itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana
dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah
rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu
organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus
dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal
merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus
mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi
ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
2. Langkah-langkah
dalam menyusun perencanaan manajemen
a.
Menentukan jenis dan jumlah produk yang akan diproduksi agar tepat dalam hal
kualitas, manfaat, dan kuantitasnya sehingga tercapai keuntungan yang maksimal.
b.
Menetapkan jumlah dana yang diperlukan untuk modal kerja maupun modal tetap.
Dan untuk menetapkan apakah akan dibiayai dengan modal sendiri atau dengan
pinjaman (kredit).
3. Manfaat perencanaan dalam suatu organisasi
1.Membantu
manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
4.
Jenis-jenis perencanaa dalam organisasi
1.Perencanaan
Jangka Panjang & Jangka Pendek
Jangka Pendek : Perencanaan untuk jangka waktu 1 tahun atau kurang
Menengah : 1 s/d 2 tahun
Panjang : Jangka waktu 5 tahun atau lebih
Jangka Pendek : Perencanaan untuk jangka waktu 1 tahun atau kurang
Menengah : 1 s/d 2 tahun
Panjang : Jangka waktu 5 tahun atau lebih
2.
Perencanaan strategi dan operasional
A.
Perencanaan Strategi : Kebutuhan jangka panjang dan menentukan komprehensif
yang telah diarahkan.
Menentukan tujuan untuk organisasi kegiatan apa yang hendak diambil sumber-sumber apa yang diperlukan untuk mencapainya.
Tahap perencanaan strategi:
Menentukan tujuan untuk organisasi kegiatan apa yang hendak diambil sumber-sumber apa yang diperlukan untuk mencapainya.
Tahap perencanaan strategi:
1.
identifikasi tujuan dan sasaran
2. penilaian kinerja berdasar tujuan dan sasaran yang ditetapkan
3. penentuan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran
4. implementasi perencanaan strategi
5. evaluasi hasil dan perbaikan proses perencanaan strategi
Tujuan perencanaan strategi: mendapatkan keuntungan kompetitiff (competitive advantage).
Manajemen Strategi
Manajemen strategi: proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin kesuksesan organisasi dalam jangka panjang.
Tahap manajemen strategi:
1. perumusan strategi (strategy formulation)
2. pengimplementasian strategi (strategy implementation)
2. penilaian kinerja berdasar tujuan dan sasaran yang ditetapkan
3. penentuan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran
4. implementasi perencanaan strategi
5. evaluasi hasil dan perbaikan proses perencanaan strategi
Tujuan perencanaan strategi: mendapatkan keuntungan kompetitiff (competitive advantage).
Manajemen Strategi
Manajemen strategi: proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin kesuksesan organisasi dalam jangka panjang.
Tahap manajemen strategi:
1. perumusan strategi (strategy formulation)
2. pengimplementasian strategi (strategy implementation)
Strategi
yang digunakan organisasi
Tiga tingkatan strategi yang digunakan organisasi:
1. strategi korporasi (corporate strategy)
Tujuan: pengalokasian sumber daya iuntuk perusahaan secara total.
Srtategi ini digunakan pada tingkat korporasi.
2. strategi bisnis (business strategy)
strategi untuk bisnis satu produk lini.
Strategi ini digunakan pada tingkat divisi.
3. strategi fungsional (functional strategy)
mengarah ke bidang fungsional khusus untuk beroperasi.
Strategi ini digunakan pada tingkat fungsional seperti penelitian dan pengembangan, sumber daya, manufaktur, pemasaran, dll.
Tiga tingkatan strategi yang digunakan organisasi:
1. strategi korporasi (corporate strategy)
Tujuan: pengalokasian sumber daya iuntuk perusahaan secara total.
Srtategi ini digunakan pada tingkat korporasi.
2. strategi bisnis (business strategy)
strategi untuk bisnis satu produk lini.
Strategi ini digunakan pada tingkat divisi.
3. strategi fungsional (functional strategy)
mengarah ke bidang fungsional khusus untuk beroperasi.
Strategi ini digunakan pada tingkat fungsional seperti penelitian dan pengembangan, sumber daya, manufaktur, pemasaran, dll.
B.
Perencanaan operasional: kebutuhan apa saja yang harus dilakukan untuk
mengimplementasikan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi
tersebut. Lingkup perencanaan ini lebih sempit dibandingkan dengan perencanaan
strategi.
Perencanaan operasional yang khas :
Perencanaan operasional yang khas :
1.
Perencanaan produksi (Production Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan
metode dan teknologi yang dibutuhkan dalam pekerjaan
2. Perencanaan keuangan (Financial Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan dana yang dibutuhkan untuk aktivitas operasional
3. Perencanaan Fasilitas ( Facilites Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan fasilitas & layaout pekerjaan yang dibutuhkan untuk mendukung tugas.
4. Perencanaan pemasaran (Marketing Plans) : Berhubungan dengan keperluan penjualan dan distribusi barang /jasa.
perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Plans): berhubungan dengan rekruitmen, penyeleksian dan penempatan orang-orang dalam berbagai pekerjaan.
2. Perencanaan keuangan (Financial Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan dana yang dibutuhkan untuk aktivitas operasional
3. Perencanaan Fasilitas ( Facilites Plans) : Perencanaan yang berhubungan dengan fasilitas & layaout pekerjaan yang dibutuhkan untuk mendukung tugas.
4. Perencanaan pemasaran (Marketing Plans) : Berhubungan dengan keperluan penjualan dan distribusi barang /jasa.
perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Plans): berhubungan dengan rekruitmen, penyeleksian dan penempatan orang-orang dalam berbagai pekerjaan.
3.
Perencanaan tetap (standing plans)
Digunakan
untuk kegiatan yang terjadi berulang kali (terus menerus)
Tertuang dalam : Kebijaksanaan Organisasional , Prosedur dan Peraturan
Kebijaksanaan
Perencanaan tetap yang mengkomunikasikan pengarahan yang luas untuk membuat berbagai keputusan dan melaksanakan tindakan.
Misalnya : Penyewaan karyawan, Pemberhentian sementara
Prosedur dan aturan
Perencanaan tetap yang menggambarkan tindakan yang diambil pada situasi tertentu sering disebut : Standard Operating Prosedurs (SOPs)
Tertuang dalam : Kebijaksanaan Organisasional , Prosedur dan Peraturan
Kebijaksanaan
Perencanaan tetap yang mengkomunikasikan pengarahan yang luas untuk membuat berbagai keputusan dan melaksanakan tindakan.
Misalnya : Penyewaan karyawan, Pemberhentian sementara
Prosedur dan aturan
Perencanaan tetap yang menggambarkan tindakan yang diambil pada situasi tertentu sering disebut : Standard Operating Prosedurs (SOPs)
4.
Perencanaan sekali pakai (single-use plans)
Digunakan
hanya sekali untuk situasi yang unik
Anggaran
Menggunakan sumber-sumber untuk mengerjakan aktivitas proyek atau program
Merupakan alat Manajemen yang ampuh untuk mengalokasikan berbagai macam sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang beranekaragam.
Jadwal Proyek
Menetapkan rangkaian kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan khusus dan yang menghubung-hubungkan dengan kerangka waktu yang khusus, target kinerja dan Sumber Daya
Anggaran
Menggunakan sumber-sumber untuk mengerjakan aktivitas proyek atau program
Merupakan alat Manajemen yang ampuh untuk mengalokasikan berbagai macam sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang beranekaragam.
Jadwal Proyek
Menetapkan rangkaian kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan khusus dan yang menghubung-hubungkan dengan kerangka waktu yang khusus, target kinerja dan Sumber Daya
DAFTAR PUSTAKA
P.Siagian,
Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta :
Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen
Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi
Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi
Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Jurnal:
psikologi.binadarma.ac.id/jurnal_marcel_rita.pdf.indonesian
artikel:
Nama : Santo
Kelas : 3PA10
NPM : 17511889
Tidak ada komentar:
Posting Komentar